PENGANGGURAN DI JERMAN


PENGANGGURAN
Jerman adalah  negara dengan perekonomian nomor satu di Eropa, makin berbeban berat. Pasalnya, data awal dari Agen Pekerja Federal di Nuremberg menunjukkan kalau pada akhir Januari 2012 jumlah angka pengangguran menanjak.
Menurut warta AP pada Selasa (31/1/2012), dari pengukuran proporsi warga negara Jerman yang terdaftar tidak bekerja berbanding dengan yang bekerja, terdapat angka 7,3 persen pada akhir Januari 2012. Pada akhir Desember 2011, perbandingan ini menghasilkan angka 6,6 persen. Alhasil, ada peningkatan jumlah angka pengangguran di Jerman.
Secara rinci, total jumlah angka pengangguran di Jerman sampai dengan akhir Januari 2012 adalah 3,082 juta orang. Sementara selama Januari 2012, jumlah angka pengangguran mencapai 301.500 orang.
Di Jerman, peningkatan jumlah angka pengangguran saat musim dingin seperti sekarang ini adalah kelaziman. Pasalnya, sektor konstruksi menghentikan kegiatan, menanti hingga musim yang lebih hangat.
Pada musim dingin pula, biasanya, sektor ritel tidak memperpanjang masa kerja karyawan paruh waktu selama periode Natal.

Asuransi pengangguran
Penganggur di Jerman berhak atas tunjangan. Penganggur yang selama dua tahun sebelumnya paling sedikit selama 12 bulan membayar iuran asuransi pengangguran berhak menerima uang pengangguran (60 sampai 67 persen dari gaji neto terakhir). Uang pengangguran dibiayai dari iuran yang disetor oleh pekerja dan majikan, masing-masing separuh. Jangka waktu penerimaan uang peng­angguran paling lama enam sampai 24 bulan. Setelah itu dapat diterima tunjangan untuk menutupi kebutuhan pokok pencari kerja (“Uang pengang­guran”) yang jumlahnya tergantung dari harta yang dimiliki. Instrumen yang ternyata berguna dalam krisis ekonomi ialah “uang untuk jam kerja tidak penuh”. Berkat tunjangan yang dibiayai oleh pajak itu, perusahaan dapat bertahan dalam keadaan sulit tanpa harus memutuskan hubungan kerja.
Perekonomian Republik Federal Jerman terintegrasi secara internasional, tidak seperti perekonomian dari sebagian besar negara lainnya yang tidak begitu terintegrasi ke dunia internasional. Pada saat ini perusahaan-perusahaan Jerman menghasilkan kira-kira sepertiga omset mereka melalui perdagangan dengan luar negeri – tendensinya naik. Masa depan lokasi bisnis Jerman dan banyak pabrik tergantung dari perdagangan luar negeri yang dinamis. Oleh karenanya persaingan bebas, pasar terbuka dan persyaratan yang mendukung perdagangan dan investasi sangat menentukan. Dan pertumbuhan ekonomi jerman merupakan ke tiga terbesar setelah Amerika Serikat dan Jepang..
namun pada saat  ini perekonomian Jerman mengalami kemunduran  dan kemerosotan. Kemerosotan ini diakibatkan oleh dampak  globalisasi yang melanda dunia.Globalisasi telah mengubah wajah perekonomian Jerman. Seiring bergulirnya globalisasi, kejutan demi kejutan mengiringi bergulirnya dunia bisnis Jerman.
Pandangan pers terhadap bisnis Jerman

Harian-harian terbitan Jerman menulis tentang turunnya tingkat upah dan gaji, naiknya keuntungan perusahaan di bursa saham DAX, politik upah dan aturan jam kerja yang lebih fleksibel. Majalah mingguan terbitan London Economist juga menurunkan berita utama “Kejutan Bisnis Jerman”.
Selain itu Economist menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan Jerman sejak 1999 menunjukkan kemajuan dengan mengurangi tingkat upah dan gaji, berlawanan dengan yang dilakukan oleh perusahaan di Perancis, Italia dan Spanyol. Hal ini memicu reaksi
serikat buruh terhadap jam kerja yang makin panjang dan fleksibel dan pembatalan komponen-komponen gaji. Ini juga berarti juga perusahaan memberikan ruang untuk bergerak bagi para buruhnya. Para pemimpin perusahaan Jerman juga mulai melihat masa depan dengan lebih optimis dan percaya diri. Apalagi dengan semakin meningkatnya keuntungan saham di bursa DAX dalam kuartal kedua tahun ini, menjadi penanda siapnya perusahaan Jerman dalam kompetisi internasional. David Shireff dari Economist menyatakan:”Apa yang kurang dari Jerman adalah optimisme dan persepsi masyarakat bahwa infrastruktur dan aturan kerja merupakan kekayaaan Jerman. Oleh sebab itu seharusnya orang tidak memandang hal tersebut dengan pesimis.”
Namun di Jerman masih saja ada kekhawatiran orang akan kekurangan lahan pekerjaan dan ini berpengaruh pada  berkurangnya tingkat konsumsi rakyat. Dengan tingkat suku bunga 11 persen Jerman menempati posisi pertama dunia, tapi keuntungan hanya diraup di bidang ekspor, bukan pada keseluruhan siklus ekonomi. David Shireff mengatakan:
David Shireff: “Banyak hal yang harus diubah oleh Jerman, terutama di bidang penelitian dan pengembangan, inovasi, pelatihan, dan semua yang sebenarnya bukan prioritas  utama. Jika Jerman mampu mencapai hal tersebut, Jerman akan kembali menjadi
penggerak (ekonomi) Eropa.”
Harian Handelsblatt mencatat orang asing lebih dapat memprediksi keadaan perekonomian dan profitabilitas perusahaan Jerman daripada orang Jerman sendiri.
Investor asing ramai-ramai membeli saham konglomerasi Jerman. Saat ini tercatat delapan dari 30 perusahaan konglomerasi Jerman yang menjadi anggota DAX seperti
Adidas, BASF, Commerzbank, Continental, Deutsche Bank, Deutsche Börse, Schering, dan Siemens berada di tangan investor asing.
Globalisasi ekonomi Jerman di mata pakar ekonom
Efek globalisasi juga tampak dengan munculnya ekspatriat dalam jajaran dewan direksi di beberapa perusahaan Jerman. Sebuah studi yang dilakukan perusahaan konsultan ekonomi Simon, Kucher & Partner di Bonn menyatakan bahwa 20 persen anggota dewan
direksi dari 30 perusahaan Jerman yang terdaftar di bursa DAX adalah orang asing.Berikut pernyataan Christoph Lesch, wakil dari perusahaan konsultan ekonomi Simon, Kucher & Partner mengenai bertambahnya manajer berpaspor asing dalam
kurun waktu lima tahun terakhir ini, berpendapat: “Alasannya sangat jelas, perusahaan-perusahaan itu tahu bahwa manajer internasional merupakan salah satu hal pendukung keuntungan, karena mereka dapat berkomunikasi dengan kliennya dalam level yang sama. Misalnya manajer dari Amerika bertemu dengan klien dari Amerika Serikat, tentu saja pembicaraan mereka lebih lancar karena latar belakang yang sama daripada berbicara dengan manajer Jerman.
Walaupun ada internasionalisasi, hampir semua konglomerasi Jerman masih tetap menggunakan bahasa Jerman sebagai bahasa sehari-hari dalam perusahaan. Artinya, bagi banyak manajer yang ingin bekerja di Jerman ini merupakan suatu hambatan, ujar Lesch. Hanya dalam perusahaan konglomerasi Jerman yang bersistem kepemimpinan ganda digunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar, seperti Siemens di München dan raksasa energi RWE. Namun faktor bahasa bukan satu-satunya tolok ukur internasionalisasi. Lesch menjelaskan:”Tolok ukur pertama adalah tingkat penjualan, seberapa banyak transaksi yang dilakukandengan klien luar negeri. Poin penting lainnya adalah karyawan, seberapa banyak karyawan yang ditempatkan di luar negeri. Bila diperhatikan baik-baik, perusahaan-perusahaan anggota bursa DAX yang seperti
itulah yang mencapai tingkat kesuksesan internasionalisasinya tinggi. Artinya, kini tingkat
penjualan luar negeri rata-rata sudah 70 persen dan menurut data tahun 2004, ada 50 persen karyawan perusahaan Jerman yang bekerja di kantor luar negeri.”
Pengalaman dan pelatihan di luar negeri merupakan syarat untuk mendapatkan posisi di tingkat tinggi manajemen. Sebagian besar manajer tingkat tinggi di perusahaaan anggota DAX memenuhi persyaratan tersebut, sebagaimana dikatakan Lesch:”60 persen anggota direksi memiliki pengalaman kerja dan pelatihan di luar negeri. Angka ini terus meningkat. Ini  terlihat juga dari lama izin tinggal mereka di luar negeri yang ternyata dua kali lebih tinggi dari rata-rata dewan direksi perusahaan anggota DAX lainnya.”

0 komentar: